Hahahaha. Sorry kalo judul
tulisan gue kali ini agak ganggu atau lawak. Padahal, tadinya gue berencana
untuk menetapkan jadwal tanpa “not Busan”, lalu diikuti dengan kata pembuka “kini
aku di Jakarta, sebelumnya di Jogja”. Hahahaha agak kurang pas kalau misalnya
kata-kata pembuka itu dipertahankan dengan judul yang random seperti itu.
Selama sekitar 2-3 hari, aku dan
sekeluarga berada di Jogja, menikmati liburan di tengah waktu yang tidak common
bagi orang berlibur. Hehe. Bisa berada dan berjalan-jalan di Jogja bersama
keluarga merupakan peristiwa atau momen yang langka bagi kami. Ya, kami
sekeluarga lengkap, orangtua dan saudara kandung saya. Jadi, saya bersyukur
dapat memiliki dan menikmati waktu bersama keluarga, meskipun tetap ada momen
dimana saya menyendiri dan menikmati waktu saya sendiri.
Dapat dikatakan bahwa berpergian
di Jogja adalah sudah beberapa kali, meskipun sebelumnya bertujuan bekerja,
bukan berlibur. Jadi, dapat disebut sebagai waktu dan kegiatan yang spesial. Selama
di Jogja, saya lebih banyak menghabiskan waktu untuk berpikir dan merenung.
Mungkin berbeda dengan orang kebanyakan dimana mereka mungkin melakukan wisata
kuliner atau mengunjungi berbagai tempat, kemudian mengambil foto-foto.
Kami mengunjungi berbagai tempat
yang cukup populer. Namun, di sini saya akan bercerita mengenai tempat yang
bagi saya bermakna. Pertama adalah Candi Borobudur. Tempat ini merupakan objek
wisata yang kental dengan sejarah budaya dan filosofi keagamaan tertentu. Ini adalah
pengalaman pertama saya mendatangi Candi Borobudur. Dan, tentu saya bangga
bahwa Indonesia memiliki salah satu objek wisata bersejarah dan bernilai
seperti candi ini. Jika menelusuri makna mengenai Candi Borobudur, misalnya
makna dari sejarah berdirinya, bentuk bangunan, hingga ukiran di candinya,
tentunya sangat menarik. Poin yang saya nikmati lainnya adalah melihat kondisi
geografis di sekitar Candi Borobudur, terutama ketika berada di puncak candi.
Di sekelilingnya, terdapat pegunungan, bukit, pepohonan, langit luas, dan
seterusnya, yang merupakan sebuah kondisi alam yang saya biasanya nikmati,
namun sayang karena ramai sekali pengunjung, saya agak kurang menikmati waktu
saya untuk dapat menikmati alam. It’s okay. I will have another chance and time
to enjoy my time alone in another beautiful place.
Kami pun mendatangi sebuah museum
yang lagi mengandung sejarah. Tentu, saya nikmati. Tampaknya ketika saya
observasi diri saya, memang saya menyukai sejarah. J Bagi saya, sejarah merupakan
cikal bakal dari segala sesuatu yang exist saat ini. Saya yang senang mengenali
dan memahami segala sesuatu, tentu mempertimbangkan dan memandang penting
kesejarahan. Kami datang ke sebuah museum bernama, Benteng Vrederburg. Saya tidak
akan menceritakan hasil observasi saya keseluruhan. Tempat ini menarik karena
kita bisa dapat mengenal dan mengetahui sejarah mengenai Indonesia, mengetahui
proses bagaimana Indonesia dapat merdeka. Tentunya, tidak mudah bagi mereka
yang tinggal pada masa itu karena adanya “perperangan” dan kesulitan lainnya.
Mereka yang berjuang mungkin hanya bertujuan untuk mencari tahu dan melakukan
eksekusi untuk memperjuangkan bangsa dan negaranya. Kemerdekaan yang akhirnya
kita alami dan rasakan hingga saat ini. Namun, apakah benar saat ini kita sudah
sungguh merdeka? Hehe. Tulisan ini dapat semakin panjang lebar kalau fokusnya
menjadi pemaknaan kemerdekaan bagi setiap individu dan kelompok.
Bagian yang saya sangat nikmati
adalah ketika saya mengunjungi sebuah ruangan dan di sana saya menemukan
peninggalan sejarah dan membaca sedikit sejarah mengenai Dr. Sardjito. Hanya
dengan peninggalan sejarah ini dimana saya mengambil foto diri saya dengannya
di dalam museum ini. Pertama, kali saya menginjakkan kaki menyaksikan jubah
akademis yang entah apa nama istilahnya, saya sempat merasa merinding. Bukan
karena mistis, melainkan karena saya kagum kepada beliau dimana pendidikan dan
dirinya memiliki andil dan peran dalam perjuangan Indonesia. Saya bangga
sekali. Di samping itu, karena memang saya memandang penting terhadap
pendidikan dan menjunjung tinggi mengenai ilmu dan pengetahuan, ini
berkontribusi menyebabkan saya merinding. Merinding memang bukan menjadi fokus
dari kisah ini, namun bukti dimana saya begitu terkesan dan merasa terdorong
kembali untuk berupaya melanjutkan pendidikan agar dapat mengembangkan diri dan
semakin melibatkan diri dalam memajukan bangsa dan negara dari aspek manusia
dan sosial. Amin. Maaf rada curcol. Haha. Pengen banget jadi akademisi. Pengen
jadi profesor. Selain melakukan penelitian, pun pengen bisa tetap berkecimpung
pada dunia praktik sehingga kebermanfaatan dapat dialami oleh orang lain. Amin
ya sekali lagi.
Saya pikir dan rasa cukup tulisan
saya saat ini. Akan saya ceritakan nanti momen-momen atau insight yang saya
peroleh ketika berada di Jogja dan setelah kembali ke Jakarta. Jogja berkesan,
memiliki andil dalam kesejarahan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Demikian
juga dengan pengembangan pendidikan di Indonesia. Ki Hajar Dewantara, Budi
Utomo, Dr. Sardjito, dan seterusnya adalah tokoh inspiratif yang berelasi
dengan pendidikan. Semoga, seiring perkembangan zaman, pendidikan tetap menjadi
prioritas penting yang perlu diperhatikan, namun tetap menyesuaikan terhadap
situasi dan kondisi saat ini. Maju terus pendidikan di Indonesia. Haha ini
kata-kata penutup yang kurang begitu merepresentasikan judul tulisan dan kurang
menyimpulkan tulisan secara utuh dan lengkap. Hahahaha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar