Sabtu, 15 September 2012

Resiliensi


Sejenak di hari Minggu pagi menjelang matahari memuncak, di pertengahan bulan September, aku menemukan beberapa catatan yang kutulis sendiri. Pada awalnya, aku hanya ingin merapikan agendaku yang sudah lama tidak kupakai. Aku berniat untuk mengambil kertas-kertas yang sudah tak terpakai di agenda. Kertas yang sudah penuh dengan tulisan itu merupakan catatan-catatan mengenai jadwal kegiatan harian, pembicaraan seminar, dan berbagai tulisan lainnya. 

Aku melihat catatanku mengenai resiliensi. Tulisan ini kudapat ketika aku menghadiri Dies Natalis atau perayaan ulang tahun fakultas dimana aku berkuliah dan berkembang di sana, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Dalam perayaan itu, orasi ilmiah mengenai resiliensi ini dirangkai dan disampaikan oleh salah satu dosen favoritku, Mba Tya, yang adalah wakil dekan di fakultas.

Definisi yang aku tulis di catatan itu, resiliensi merupakan kemampuan untuk megubah, meningkatkan, dan mengembangkan diri pada kondisi kemalangan atau keterpurukan. Setiap orang pasti memiliki dan menemukan masalah dalam hidupnya, baik masalah yang bersumber dari diri sendiri maupun dari lingkungannya. Masalah tersebut memang seringkali membuat orang kesulitan dalam mengatasinya, penyebabnya pun beragam. Akan tetapi, masalah demi masalah memberikan manfaat bagi orang. Poin penting ini disebabkan adanya pembelajaran yang harus dilakukan. Hasil pembelajaran lah akan memberikan dampak positif pada orang yang melakukannya dengan benar. Misalnya, seseorang sedang mengalami masalah keuangan, jika ia mengatasinya dengan mencuri uang temannya, ia tidak mendapatkan pembelajaran positif, melainkan hukuman pengasingan atau perasaan bersalah akan menaunginya. Lain halnya, jika ia berusaha dengan berjualan barang, ia akan mendapatkan pembelajaran positif, yakni meningkatkan kemampuan bertahan hidup.      

Terdapat faktor yang mempengaruhi resiliensi pada seseorang, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal berada pada diri orang tersebut, yang mencakup sikap, perasaan, dan sifat. Menurutku, sikap berperan lebih besar ketimbang kedua poin lainnya. Sikap merupakan kecenderungan seseorang memandang segala sesuatu yang ada pada dunia. Sikap ini tidak hanya terbentuk begitu saja, melainkan terdapat pengaruh variabel yang membentuknya, katakan saja faktor kognitif, budaya, dan lain sebagainya. Ketika seseorang menemukan masalah dalam kegiatannya, sikap akan menentukan bagaimana ia akan mengatasi masalahnya. Jika ia menyikapi bahwa masalah ini tidak bisa diselesaikan, kemungkinan ia akan meninggalkan dan melupakan masalah tersebut. Faktor kedua, faktor eksternal yang berasal dari lingkungan orang tersebut, terdiri dari keluarga atau lembaga lainnya, dukungan teman, pendidikan, dan lain-lain. Kadangkala, dukungan orang lain ini dianggap kurang berperan, tetapi dukungan dari lingkungan lah memfasilitasi orang dalam menghadapi dan mengatasi masalahnya. Contoh sederhana, dukungan atau kasih sayang dari keluarga atau teman memberikan perasaan positif pada diri sehingga setidaknya memberikan ketenangan yang diharapkan membantu bagaimana orang tersebut memecahkan masalahnya. Kedua faktor ini memang tidak dapat disamakan kepada setiap orang.

Dihubungkan dengan masalah apa yang aku hadapi saat ini. Aku belajar dan berusaha berpikir sistematis terhadap apa yang menjadi masalahku. Jadi, masalah yang aku hadapi saat ini adalah sikap terhadap beberapa kegiatan yang aku jalani saat ini, kuliah, kepanitiaan, dan organisasi. Ditambah faktor keuangan yang cukup menghambat kegiatanku saat ini. Aku percaya bahwa aku mampu survive di kegiatan-kegiatan tersebut. Namun, masalah keuangan yang membuatku agak bingung mengatasinya, aku ingin mencari pekerjaan, tetapi saat ini waktuku terbagi untuk kuliah dan kepanitiaan. Belum menemukan pekerjaan yang sesuai atau solusi lain yang dihadapi. Kemungkinan, aku hendak bekerja sesuatu. Singkatnya, aku percaya segala sesuatunya pasti dapat terselesaikan dengan sempurna.

Dikaitkan dengan resiliensi, aku ingin mampu resilien. Di tengah kesulitan yang dihadapi, aku harus mampu teguh. Dengan sumber daya dan potensi yang aku miliki, aku ingin mampu berhasil pada setiap kegiatan yang sedang kuhadapi saat ini. Aku perlu belajar mengimbangi faktor internal dan eksternal yang membentuk resiliensi. Sisi internal perlu diperbaiki. Sisi eksternal sebenarnya sudah cukup banyak membantu. Di akhir tulisan ini, aku ingin menyampaikan bahwa tahun 2012 adalah “tahun pendewasaan dan hidup maksimal”. Ini adalah visi yang telah kudoakan di awal tahun. Visi ini mengingatkan dan menguatkan akan komitmen diriku. Kiranya, Tuhan memberkatiku dan semuanya.