Sabtu, 31 Mei 2014

Berdamai dengan Masa Lalu



Setiap manusia selalu menghadapi masalah dalam kehidupannya. Melalui pengalaman mengikuti sebuah seminar mengenai bisnis, masalah didefinisikan sebagai adanya diskrepansi atau kesenjangan antara kondisi ideal dan realita. Misalnya, target bisnis pada penjualan seharusnya mencapai angka sekian, tetapi kenyataannya penjualan tidak mencapai target yang telah disepakati. Saya pun ikut meyakini definisi tersebut karena pembelajaran di kuliah saya pun memandang demikian. Dalam konteks perkuliahan saya, masalah selalu dikaitkan dengan perilaku yang seharusnya ditampilkan tidak sesuai dengan apa yang ditampilkan. Contohnya, masalah mahasiswa pada umumnya adalah manajemen waktu. Mahasiswa kini memiliki beragam kegiatan, baik kegiatan yang bertajuk pengembangan atau pendalaman minat atau kegiatan yang sifatnya melatih kualitas diri dan mempelajari peran tertentu. Ini akan menjadi masalah ketika berdampak buruk pada mahasiswa, seperti terlambat mengumpulkan tugas atau merasa tertekan dalam proses mengerjakan tugasnya. Demikian juga dengan bisnis, penjualan tidak mencapai target akan mengganggu aktivitas bisnis karena kurangnya penerimaan yang membiayai roda perjalanan bisnis, mungkin ekstremnya adalah bisnis mengalami kerugian hingga mencapai kondisi “gulung tikar”.

Mungkin sebagian orang tidak mengharapkan masalah terjadi pada diri mereka. Akan tetapi, sepertinya masalah tidak dapat luput dari kehidupan manusia. Hal ini disebabkan kehidupan berjalan dinamis, selalu muncul perubahan. Manusia didorong untuk selalu mampu beradaptasi atau berusaha mencapai hal maksimal agar mampu bertahan. Berfokus pada diri individu, masalah seringkali berujung pada pilihan, yaitu ingin menyelesaikan atau tidak. Jika menyelesaikannya, manusia akan belajar dan berkembang. Jika tidak, masalah tersebut akan selalu menjadi masalah hingga suatu saat mungkin akan kembali muncul pada dirinya. Yang menjadi tantangannya adalah respons yang segera muncul ketika manusia merasakan atau mengalami masalah pada dirinya adalah ketidaknyamanan, baik pikiran maupun perasaan. Keputusan selalu kembali kepada manusia tersebut dalam menanggapi masalahnya.

Dalam menyelesaikan masalah, individu biasanya perlu menyadari dulu bahwa dirinya mengalami masalah, seperti merasakan hal yang tidak nyaman, melihat dampak atau hasil yang buruk dari suatu kinerja, dan lain sebagainya. Setelah menyadari hal tersebut, individu berproses, ia mengamati lingkungan di luar dan di dalam dirinya. Jikalau masalah ini terkait perilaku, proses tersebut dinamakan sebagai refleksi. Manusia mengamati perilakunya sendiri dengan mengaitkan dampak dari perilakunya. Berbeda dengan bisnis, angka penjualan yang rendah tidak selalu disebabkan penjual yang tidak aktif dan cermat dalam berjualan, melainkan ternyata produk yang dijual kini sudah kurang mampu menarik konsumen. Mungkin saja selera konsumen mengalami perubahan, kemudian konsumen mencari produk pengganti yang dapat memberikan kepuasan pada dirinya.

Masalah sudah disadari, manusia telah mengamati masalah yang terjadi. Apakah selanjutnya?
Individu dapat mulai menduga-duga masalah apa yang terjadi pada dirinya. Proses menduga ini pun tidak serta-merta terjadi, individu kadang perlu melakukan analisis terhadap masalahnya yang terjadi, misalnya mengenali isu atau topik masalah yang terjadi dari pengetahuannya mengenai kondisi yang seharusnya hingga nantinya individu menguji kembali ketepatan dugaannya. Kemudian, individu pun mulai mencoba membuat solusi terbaik dalam menyelesaikan masalah tersebut. Solusi pun dapat beragam. Individu perlu menimbangkan setiap solusi tersebut sehingga mampu menyelesaikan masalahnya. Hingga pada akhirnya, mungkin individu memilih sebuah solusi yang paling tepat pada dirinya.

Tulisan saya di atas panjang sekali, bukan? Tujuan saya menulis beberapa paragraf tersebut dijadikan sebagai fondasi dasar dan menyamakan pemahaman terhadap masalah yang umumnya terjadi. Dasar pemahaman ini kemudian akan dibandingkan dengan masalah khusus yang terjadi pada diri manusia dengan penyelesaian yang unik. Maksudnya adalah jika masalah umum yang terjadi dapat diselesaikan dengan tahapan metode yang saya jelaskan, masalah khusus memiliki metode yang berbeda, yaitu berdamai. Mengapa? Mari kita telusuri dan baca tulisan di paragraf selanjutnya.

Masa lalu. Kedua kata ini yang pertama kali membedakan kedua jenis masalah yang ada. Mungkin masalah yang terjadi pada sekarang ini dapat segera dituntaskan dengan metode yang saya jelaskan di paragraf sebelumnya. Bagaimana jika masalah yang terjadi pada masa lalu? Masa lalu yang sudah sangat lama. Mungkinkah kembali ke masa lalu? Mungkinkah mengubah masa lalu? Di masa lalu, mungkin kita masih kecil, mungkin kualitas diri belum sebaik sekarang hingga kita tidak dapat mengantisipasi hingga menyelesaikan masalah tersebut. Kita adalah hasil dari masa lalu. Pengalaman masa lalu juga berandil membentuk kita sekarang. Apa yang bisa kita lakukan jikalau pengalaman masa lalu hadir dan mengganggu kita sekarang? Selesaikan! Bagaimana? Berdamailah dengan masa lalu. Mengapa? Kita tidak dapat kembali masa lalu. Sebuah tindakan yang sia-sia jikalau kita hanya meratapi nasib di masa lalu. Tindakan yang tak berguna jikalau kita hanya mengandaikan pengalaman tersebut tidak terjadi. Tindakan yang tidak rasional jikalau kita ingin mengubah masa lalu.

Saya tidak mencari teori mengenai berdamai dengan masa lalu. Saya ingin berbagi buah pemikiran saja mengenai teknik tersebut. Sama dengan teknik umumnya, kita perlu mengungkapkan kembali masalah kita di masa lalu. Mungkin perlu katarsis atau meluapkan segala pikiran atau perasaan yang membebani kita. Kita menyadari adanya masalah tersebut dan menyadari bahwa pengalaman tersebut tidak dapat terulang kembali sehingga kita mencoba menyelesaikannya. Kita hanya dapat menanggapi dampak yang terjadi saat ini. Kita perlu belajar bersabar dan berlapang dada terhadap masa lalu. Akan menjadi lebih baik jika kita mau meyakini bahwa kita tidak ingin terjebak dalam masa lalu. Mengapa? Hari terus berjalan, dunia terus berubah. Apakah hanya ingin menjadi manusia masa lalu? Sayangnya, ini akan menghambat pengembangan diri kita. Paling sederhana adalah kita dapat belajar menjadi pribadi yang resilien, mampu bangkit dari keterpurukan yang pernah terjadi. Lebih baik lagi bahkan kita dapat belajar untuk mampu mengantisipasi atau menyelesaikan masalah yang sama serta yang mungkin terjadi pada masa kini dan masa depan.

Tulisan ini saya sampaikan kepada mereka yang pernah memiliki pengalaman pahit di masa lalu. Semoga dapat memberikan wawasan yang bermanfaat. Tidak harus meyakini teknik berdamai ini sebagai penyelesaian masalah yang terjadi di masa lalu. Namun, percayalah bahwa masa sekarang dan masa depanmu adalah yang terpenting. Mari bangkit! :)