Minggu, 22 Januari 2017

Trip to Jogja (not Busan)

Hahahaha. Sorry kalo judul tulisan gue kali ini agak ganggu atau lawak. Padahal, tadinya gue berencana untuk menetapkan jadwal tanpa “not Busan”, lalu diikuti dengan kata pembuka “kini aku di Jakarta, sebelumnya di Jogja”. Hahahaha agak kurang pas kalau misalnya kata-kata pembuka itu dipertahankan dengan judul yang random seperti itu.

Selama sekitar 2-3 hari, aku dan sekeluarga berada di Jogja, menikmati liburan di tengah waktu yang tidak common bagi orang berlibur. Hehe. Bisa berada dan berjalan-jalan di Jogja bersama keluarga merupakan peristiwa atau momen yang langka bagi kami. Ya, kami sekeluarga lengkap, orangtua dan saudara kandung saya. Jadi, saya bersyukur dapat memiliki dan menikmati waktu bersama keluarga, meskipun tetap ada momen dimana saya menyendiri dan menikmati waktu saya sendiri.

Dapat dikatakan bahwa berpergian di Jogja adalah sudah beberapa kali, meskipun sebelumnya bertujuan bekerja, bukan berlibur. Jadi, dapat disebut sebagai waktu dan kegiatan yang spesial. Selama di Jogja, saya lebih banyak menghabiskan waktu untuk berpikir dan merenung. Mungkin berbeda dengan orang kebanyakan dimana mereka mungkin melakukan wisata kuliner atau mengunjungi berbagai tempat, kemudian mengambil foto-foto.

Kami mengunjungi berbagai tempat yang cukup populer. Namun, di sini saya akan bercerita mengenai tempat yang bagi saya bermakna. Pertama adalah Candi Borobudur. Tempat ini merupakan objek wisata yang kental dengan sejarah budaya dan filosofi keagamaan tertentu. Ini adalah pengalaman pertama saya mendatangi Candi Borobudur. Dan, tentu saya bangga bahwa Indonesia memiliki salah satu objek wisata bersejarah dan bernilai seperti candi ini. Jika menelusuri makna mengenai Candi Borobudur, misalnya makna dari sejarah berdirinya, bentuk bangunan, hingga ukiran di candinya, tentunya sangat menarik. Poin yang saya nikmati lainnya adalah melihat kondisi geografis di sekitar Candi Borobudur, terutama ketika berada di puncak candi. Di sekelilingnya, terdapat pegunungan, bukit, pepohonan, langit luas, dan seterusnya, yang merupakan sebuah kondisi alam yang saya biasanya nikmati, namun sayang karena ramai sekali pengunjung, saya agak kurang menikmati waktu saya untuk dapat menikmati alam. It’s okay. I will have another chance and time to enjoy my time alone in another beautiful place. 

Kami pun mendatangi sebuah museum yang lagi mengandung sejarah. Tentu, saya nikmati. Tampaknya ketika saya observasi diri saya, memang saya menyukai sejarah. J Bagi saya, sejarah merupakan cikal bakal dari segala sesuatu yang exist saat ini. Saya yang senang mengenali dan memahami segala sesuatu, tentu mempertimbangkan dan memandang penting kesejarahan. Kami datang ke sebuah museum bernama, Benteng Vrederburg. Saya tidak akan menceritakan hasil observasi saya keseluruhan. Tempat ini menarik karena kita bisa dapat mengenal dan mengetahui sejarah mengenai Indonesia, mengetahui proses bagaimana Indonesia dapat merdeka. Tentunya, tidak mudah bagi mereka yang tinggal pada masa itu karena adanya “perperangan” dan kesulitan lainnya. Mereka yang berjuang mungkin hanya bertujuan untuk mencari tahu dan melakukan eksekusi untuk memperjuangkan bangsa dan negaranya. Kemerdekaan yang akhirnya kita alami dan rasakan hingga saat ini. Namun, apakah benar saat ini kita sudah sungguh merdeka? Hehe. Tulisan ini dapat semakin panjang lebar kalau fokusnya menjadi pemaknaan kemerdekaan bagi setiap individu dan kelompok. 

Bagian yang saya sangat nikmati adalah ketika saya mengunjungi sebuah ruangan dan di sana saya menemukan peninggalan sejarah dan membaca sedikit sejarah mengenai Dr. Sardjito. Hanya dengan peninggalan sejarah ini dimana saya mengambil foto diri saya dengannya di dalam museum ini. Pertama, kali saya menginjakkan kaki menyaksikan jubah akademis yang entah apa nama istilahnya, saya sempat merasa merinding. Bukan karena mistis, melainkan karena saya kagum kepada beliau dimana pendidikan dan dirinya memiliki andil dan peran dalam perjuangan Indonesia. Saya bangga sekali. Di samping itu, karena memang saya memandang penting terhadap pendidikan dan menjunjung tinggi mengenai ilmu dan pengetahuan, ini berkontribusi menyebabkan saya merinding. Merinding memang bukan menjadi fokus dari kisah ini, namun bukti dimana saya begitu terkesan dan merasa terdorong kembali untuk berupaya melanjutkan pendidikan agar dapat mengembangkan diri dan semakin melibatkan diri dalam memajukan bangsa dan negara dari aspek manusia dan sosial. Amin. Maaf rada curcol. Haha. Pengen banget jadi akademisi. Pengen jadi profesor. Selain melakukan penelitian, pun pengen bisa tetap berkecimpung pada dunia praktik sehingga kebermanfaatan dapat dialami oleh orang lain. Amin ya sekali lagi.

Saya pikir dan rasa cukup tulisan saya saat ini. Akan saya ceritakan nanti momen-momen atau insight yang saya peroleh ketika berada di Jogja dan setelah kembali ke Jakarta. Jogja berkesan, memiliki andil dalam kesejarahan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Demikian juga dengan pengembangan pendidikan di Indonesia. Ki Hajar Dewantara, Budi Utomo, Dr. Sardjito, dan seterusnya adalah tokoh inspiratif yang berelasi dengan pendidikan. Semoga, seiring perkembangan zaman, pendidikan tetap menjadi prioritas penting yang perlu diperhatikan, namun tetap menyesuaikan terhadap situasi dan kondisi saat ini. Maju terus pendidikan di Indonesia. Haha ini kata-kata penutup yang kurang begitu merepresentasikan judul tulisan dan kurang menyimpulkan tulisan secara utuh dan lengkap. Hahahaha.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar