Jumat, 23 Desember 2016

Hidup adalah sebuah eksplorasi: Introvert atau extrovert?

Di sela pengerjaan tugas negara (again), saya ingin menulis proses dan hasil pemikiran saya akhir-akhir ini mengenai pemahaman diri mengenai siapa saya saat ini. Meskipun saya meyakini bahwa banyak hal dari segala sesuatu bersifat kontinum, bukan dikotomi. Namun, kali ini saya mencoba untuk menemukan posisi keberadaan saya mengenai tipe kepribadian ini, introvert atau extrovert.

Jika mengamati dan meninjau kembali sikap dan perilaku di masa kecil hingga remaja, saya cenderung seorang yang introvert. Saya lebih terbiasa berkawan dengan satu atau dua orang. Menikmati kualitas hubungan dengan beberapa orang, kurang tertarik dengan perkumpulan yang ramai dengan banyak orang. Walaupun berada dalam keramaian, sudah pasti saya akan cenderung bersama orang terdekat saya. Mengapa? Sebenarnya bisa ditinjau lebih lanjut lagi dengan menilik lebih lagi mengenai perilaku tersebut. Apakah karena saya saat itu merasa tidak begitu dekat dengan beberapa orang tersebut? Apakah ada sikap dan perilaku mereka yang membuat saya tidak nyaman? Wajar jika demikian, agak sulit untuk bisa menyimpulkan apakah ini kepribadian introvert atau bukan karena hubungannya saja belum tepat jika dipikirkan secara logika sederhana.

Sebenarnya, apakah definisi dari introvert dan extrovert? Pada dasarnya, dua kata ini merupakan tipe kepribadian atau kecenderungan seseorang dalam berperilaku sehari-hari. Ada yang pernah mengatakan bahwa dua tipe kepribadian ini merupakan gambaran seseorang untuk mendapatkan energi yang dimanfaatkan sehingga dapat menjadi optimal atau tidak terkait mengaktualisasi dirinya dan melaksanakan peran atau rutinitasnya. Singkatnya begini, seorang introvert menikmati kesendirian, sedangkan extrovert menikmati suasana yang ramai dan penuh hingar-bingar. Mungkin lebih baik saya membaca literatur lebih lanjut mengenai ini, namun tampaknya saya sedang ingin bermain dengan konsep dan teori di dalam otak saya, tetapi saya selalu menerima masukan dari penjelasan seseorang.

Berfokus pada judul dan tujuan dari penulisan ini, saya hanya ingin berbagi cerita hasil analisis diri saya akhir-akhir ini. Mungkin berkisar setahun terakhir ini. Sebelumnya, saya memandang diri saya adalah seorang ambivert. Ambivert merupakan tipe kepribadian yang skalanya berada di tengah antara extrovert dan introvert. Ini saya yakini karena saya telah mengikuti berbagai tes kepribadian. Berkali-kali, hasil yang saya dapatkan adalah extrovert. Namun, semakin ke sini, kok saya semakin introvert. Baru terpikir oleh saya saat ini, mungkin saja tes tersebut memang tidak mengukur aspek ambivert seseorang jadi memang belum mampu mengungkapkan sisi ambivert saya.

Setahun terakhir, saya mencoba menganalisisnya berdasarkan beberapa aspek. Dimulai dari pekerjaan, pekerjaan saya memang mengarahkan saya untuk bekerja menggunakan proses berpikir daripada berelasi. Oleh sebab itu, waktu yang saya miliki tentunya menjadi semakin berfokus dengan berpikir. Dan, biasanya ketika berpikir dalam konteks bekerja, saya lebih senang menyendiri. Singkatnya, karena pekerjaan ini minim berinteraksi dengan orang lain dan saya menikmati kesendirian saya ketika bekerja, aktivitas ini mengarahkan saya untuk semakin berada pada skala kontinum introvert. Aspek selanjutnya adalah lingkungan sosial. Kepribadian seseorang juga ditentukan oleh lingkungan sosial di sekitarnya. Kebanyakan dari sahabat dan teman saya adalah seorang introvert. Mungkin di awal yang mendorong saya senang bergaul dengan mereka adalah karena mereka senang mendengarkan daripada bicara. Bukannya berasumsi ya, hanya menduga (sama saja? hehe). Waktu itu, saya merasa memang memiliki kebutuhan untuk bisa menyalurkan cerita atau isi pikiran saya. Dengan mereka, saya merasa cocok. Namun, jika curiga, bisa saja ini mengarahkan saya karena adanya kesamaan dengan mereka. Well, belum tentu bahwa extrovert tidak bisa mendengarkan ya. Terkadang perlu memisahkan antara sikap, kepribadian, dan kompetensi. J (senyum penuh makna). Karena lingkungan sosial tersebut, mungkin saya jadi semakin melihat dan belajar dari mereka. Saya melihat adanya kesesuaian dari kepribadian mereka pada diri saya. Belajar dari mereka, artinya adalah saya semakin melihat bahwa ada hal positif dari kepribadian mereka yang rupanya jika saya ikut terapkan (karena adanya kesesuaian juga) memberikan keuntungan pada saya. Aspek lainnya adalah frekuensi dan intensitas saya untuk sendiri lebih sering daripada bersama dengan orang lain, misalnya untuk tinggal dan saya memang suka kegiatan sendiri untuk berpikir dan berefleksi. Secara umumnya, sudah tertuang dan berkaitan dengan aspek sebelumnya. Ya, memang masih bisa didebatkan lagi apalagi jika meninjau kembali aspek lainnya, situasi serta kondisi. Bisa dipertimbangkan aspek lainnya, tetapi rasanya cukup dulu (hehe).

Lucunya, saya menikmati ketika saya menjadi trainer atau MC. Cukup menyenangkan bisa berinteraksi dengan orang lain apalagi bisa memberikan sesuatu yang baik kepada mereka. Aktivitas peran sebagai trainer dan MC memang identik dengan extrovert, namun memang bukan berarti introvert tidak bisa atau tidak dapat menikmati menjadi trainer atau MC. Nah, mungkin perlu dipisahkan antara profesi, kebutuhan terhadap karier, dan kepribadian. Bisa saja saya menikmati peran tersebut karena ada kebutuhan bagi saya untuk bisa mengembangkan orang lain sehingga saya menikmatinya saat menjadi trainer.

Saat ini, saya cenderung memosisikan diri saya sebagai introvert. Dulu saya konsisten berkepribadian ENFP yang sebenarnya saya skeptis bahwa seharusnya ANFP (hehe), namun jika melihat kecenderungan, saya adalah INFP. Saya akan menikmati diri saya yang seperti ini dan mencoba mengoptimalkan apa yang saya miliki terkait tipe kepribadian ini. Hidup memang adalah sebuah eksplorasi dalam mengenal dan memahami diri. Peristiwa dalam hidup yang dinamis akan mengajak saya (kita) untuk semakin melihat kesesuaian dengan diri sehingga mendorong kita membuat kesimpulan mengenai diri. Saya akan terus melakukan eksplorasi, baik secara sadar maupun tidak sadar (agak seram karena tidak sadar?). Saya tidak akan menutup kemungkinan kalau memang baik bagi diri saya, termasuk untuk terus mengenali dan memahami diri saya. 

Senin, 19 Desember 2016

Catatan 19 Desember 2016

Di tengah kegelapan malam. Terdengarkan gemercik suara air berseteru dengan air. Di pinggir kolam renang, malam ini. Tanggal 19 Desember 2016, tidak mungkin aku melewatkan momen atau kesempatan menarik bagi saya untuk bercerita. Menceritakan pengalaman hal ini yang membuat saya memberikan makna terhadap sesuatu. Makna yang positif dan mengenai diri saya. Sambil mendengarkan lagu favorit, OST. Aladdin, A Whole New World, mungkin akan mempertahankan excitement saya untuk tetap menulis dan me-recall setiap pengalaman dan menyampaikan pemaknaan yang aku dapatkan hari ini.

Bisa dikatakan bahwa aku hari ini optimal dan bahagia. Meskipun aku kurang tidur, namun aku tetap dapat melaksanakan peranku dengan optimal. Sungguh aku menikmati performa saya hari ini. Ketika saya sudah mendiskusikan perilaku asesi (peserta yang kami define dan nilai kompetensinya) dan mendapatkan kesimpulan inti terkait kompetensi berdasarkan observasi dan analisis, poin pentingnya adalah dimana aku bisa mempertahankan atensi dan benar-benar melihat perilaku mereka berdasarkan evidence perilaku mereka secara objektif. Menarik memang. Aku sudah mengetahui dan cukup memahami bahwa dalam pekerjaanku ini, perlu pemahaman tentang bisnis dan manajemen. Namun, aku baru semakin menyadari betapa pentingnya aku memahami bisnis dan manajemen agar aku bisa lebih jeli dan menangkap perilaku asesi yang dipengaruhi oleh konteks bisnis atau manajemen. Karena menurutku, akan tetap berbeda perilaku yang muncul berdasarkan konteks tertentu. Di samping itu, fokus pada bisnis dan manajemen, tentunya terdapat term dan pemahaman tertentu yang berbeda atau khas sehingga pemahaman perilakunya pun akan menjadi lebih beragam. Bukan perilaku biasa.

Entah ini kebetulan atau tidak. Dan aku belum tahu akan mengarahkan diri secara pasti ke mana. Namun, aku semakin ngeh bahwa, “mungkin ini adalah momennya untuk aku mengeksplor lebih jauh terkait bisnis dan manajemen”. Perilaku yang telah saya tampilkan mungkin cukup membantu saya dengan eksplorasi dengan melakukan penelitian skripsi yang beririsan dengan bisnis serta melakukan update dengan membaca majalah mengenai bisnis dan manajemen. Mengikuti seminar atau workshop,s serta membaca buku tentang bisnis pun sudah. Namun, aku membutuhkan pemahaman yang lebih utuh atau lebih esensial. Dan aku percaya sampai sekarang bahwa teori dan penelitan lah yang akan bantu aku untuk bisa menemukan esensinya.

Well, ini arahnya memang berkaitan dengan rencanaku dulu waktu itu untuk mengambil S.2 kali, dimana aku ingin berkuliah bisnis atau manajemen, serta mengambil profesi PIO. It will be good for me that I can understand people behavior with business and managerial mindset or point of view. Apakah momen ini adalah arahan Tuhan untuk aku bisa mengeksplor jauh soal bisnis dan manajemen? Apakah ini adalah maksud Tuhan biar aku mulai melihat peluang untuk melanjutkan S.2 bisnis atau manajemen? Hidup ini memang penuh kejutan. Seringkali pengalaman yang tidak kita duga atau kita kontrol malahan memberikan inspirasi dan mengarahkan kita untuk melakukan suatu hal yang baru atau berbeda. Karena engga mungkin kita stay begini aja. Dalam artian, membatasi diri dengan segala situasi dan kondisi serta keberadaan diri yang ada. Perlunya tantangan atau suatu yang baru dalam hidup. Bukan soal eksistensi semata, melainkan optimalisasi dan aktualisasi yang penting. Ya memang setiap kita berbeda, namun  kebutuhanku adalah mengaktualisasi potensi yang Tuhan berikan untuk aku bisa menikmati diri dan hidup serta memberikan kebaikan bagi lingkungan dan masa depan.

Akhir-akhir ini, aku memikirkan sekaligus bermimpi terkait opsi untuk berkuliah di Jepang dan stay di sana. Iya lah ya, kalo kuliah di sana, masak iya gue PP Jakarta-Jepang tiap hari. LOL. Ya…ya…ya, aku sudah lama menyukai Jepang. Yes, sejak SMA. Aku suka dengan bahasa mereka, budaya, karya seni, dan makanan. Dan ya ketika setahun lalu, aku mendapatkan konfirmasi bahwa “iya nih, aku merasa nyaman tinggal di sini”. I know ini aku ga eksplor lama dan melihat aspek lain dalam proses pengambilan keputusan. At least, untuk mendapatkan pemahaman yang utuh terkait diri why aku nyaman di sana. Haha lucu memang, ingat betul ketika aku berada di Nagoya. Malam itu, aku berkeliling, dari suatu tempat ke tempat lain. Sendirian dan berjalan kaki. Tenang, tidak bising, bersih, dan sejuk, itu yang aku rasakan dan alami. Aku merasa bisa menyatu dengan kondisi geografis atau fisik dan menemukan diriku optimal menikmati situasi yang menggambarkan kebutuhan diriku. Menyatu dengan lingkungan dengan aku merasa bisa menjadi diri sendiri dan terbebas dari segala hal yang bisa membuatku tidak nyaman. What does it mean yes, God? Apakah ini saatnya aku mulai eksplorasi lebih jauh? Yes, aku menyadari bertahap telah kulakukan. Life is full of surprise. Aku jalanin dan nikmati aja dengan aku tetap membuat rencana yang mungkin ga harus spesifik dan ketat banget supaya surprise-nya dapat tetap terasa dan aku jadi bisa dapet pembelajaran banyak.

Lanjut lanjut lanjut… Aku sekarang sedang merasa excited untuk mengeksplor diri lebih jauh. Haha. Aku ingin mencoba hal baru tahun 2017. Pingin coba sesuatu yang belum pernah aku coba, yaitu ikut kelas Muay Thai (entah gimana tulisannya) atau Thai Boxing (ini lebih percaya diri sih terhadap penulisannya). Haha. Bermula dari seorang teman baruku yang pernah ikut kelas Muay Thai. Terdengar seru dan tentu bermanfaat. Aku bisa lebih sehat, memiliki badan yang proposional, dan punya ilmu beladiri. Jadi kalo ada yang macem-macem atau nakal, bisa lah ditonjok atau ditendang dikit. Hahahaha. Bercanda. Iya, kayanya seru ya. Aku pun juga mau eksplorasi dalam dunia fotografi (dengan aku jadi yang difoto. Lol), eksplorasi nyanyi, dan bermusik (mungkin, tapi kayanya cenderung engga). Haha. Peter banyak maunya ya? Haha engga papa. Yang penting, mau dilakukan atau mencapainya engga? Hehehe. Aku akan coba jalani dengan santai dan bertahap aja dulu. Pokoknya tahun 2017, aku pengen melakukan suatu yang berbeda. Dan, lebih berani menjadi berbeda. Penasaran? Tetap update soal aku ya. Hahahaha. :P

Hosh aku mendadak laper. Emang udah waktunya makan sih, tapi tulisanku belum selesai. Ya udah, keep writing yes. Selanjutnya, aku merasa happy juga ketika mendengarkan seniorku bercerita tentang proses pengembangan dan pertumbuhan bisnis pada instansi dimana kita bekerja. Terdengar banyak perkembangan yang signifikan yang berbanding lurus dengan trust yang kami dapatkan dari klien yang bertambah terus setiap waktunya. Poin baik yang aku pelajari dan sukai adalah tampak bagaimana keterbatasan yang dulu pernah ada, terus berubah menjadi lebih baik. Aku ga tanya detil lebih lanjut mengenai bagaimana dan apa yang terjadi. Namun, aku cukup bisa membayangkan dan mengapresiasi sebuah proses. Aku percaya bahwa sebuah bisnis engga akan di situ-situ aja. Pastinya akan berusaha untuk terus berubah agar dapat bertahan dan semakin berhasil. Bukan orientasi utama karena mendapatkan uang, namun pembelajaran yang diperoleh, bagaimana pelaku bisnis semakin berkembang dalam rangka terus menyesuaikan diri dengan kondisi internal dan eksternal sebuah bisnis. Dan di sini terdapat peluang untuk terus belajar, bertumbuh, dan berkembang, serta sungguh optimal mengaktualisasi dirinya. Memang bukan sekadar bisnis yang membuat seseorang dapat mengaktualisasi diri, melainkan perlu pilihan ranah atau area di mana kah kita bisa bertumbuh dan terus berkembang. Menarik ya. Di sini aku semakin menyadari bahwa tidak ada segala sesuatu yang instan. Semua butuh proses. Sebuah proses tidak lah mudah terkadang karena di balik kekuatan setiap insan manusia, apa pun itu, kita tetap memiliki batasan. Tidak usah terlalu keras diri sendiri, jalankan dan nikmati saja prosesnya. Hehe.  Jadi, sabar aja dulu, yang penting tetap mengarahkan diri bahwa harus selalu naik dan semakin berhasil. Itu pun yang aku yakini bahwa Tuhan pengen kita terus naik. Ada buktinya melalu ayat Firman Tuhan. Dan semuanya kembali untuk memuliakan Tuhan yang telah memelihara dan memberkati kita sejak kita berada di perut kandungan Ibu atau bahkan yang sebelumnya telah merencanakan kita sebelum kita lahir di dunia ini. <3

Lanjut lanjut lanjut ya… Aku juga merasa happy ketika tadi sempat berbincang dengan abang Gojek berdasarkan pengamatan kami di jalan. Biasa, perkara macet Jakarta yang semakin luar biasa. Diiringi dengan varian dan jumlah transportasi yang semakin banyak dan membuat penuh. Jakarta semakin sesak. Aku agak prihatin sih kalau kendaraan semakin penuh, namun tidak didukung infrastruktur yang memadai. Mau kayak apa ini jalanan. Well, pembangunan MRT atau LRT, atau apa lah, mungkin adalah salah satu solusi untuk menekan jumlah penggunaan transportasi. Namun, apakah yakin efektif. Coba kita pertimbangkan aspek lain, apakah penduduk Jakarta ini murni adalah orang yang memang sejak lahir di Jakarta dan tinggal di sini. Kalian pasti setuju bahwa banyak penduduk pendatang dari kota dan provinsi lain bahkan negara lain, yang pasti bukan dunia lain ya (LOL), yang datang dan tinggal di Kota Jakarta ini. Umm jadi kebayang ya. Kebayang apanya? Bayangin aja sendiri. Haha. Belom lagi, dulu aku pernah baca hasil riset dari koran, kalo engga salah ya, daya tarik Jakarta ini kuat banget, coy! So, jelas mengapa orang-orang berdatangan ke sini. Salah satu aspeknya adalah tawaran untuk lifestyle dan entertainment. Menarik ih ya kalo coba telusuri perkembangan zaman ini dan jadinya bisa mempelajari perilaku manusia yang kekinian. Namun, aku sih tetep percaya ya bahwa ada esensi dari perilaku manusia yang menjadi cikal bakal dari perilaku mereka. Di sini seringkali aku jadi ingin belajar filsafat manusia selain psikologi. Peter banyak maunya ya? Haha abisnya aku pengen bisa memahami dasar segala sesuatu. Astaga naga. OMG dragon. Haha.

Lanjut yes. Aku merasa haus. Ga mungkin ya aku minumin ini air kolam renang. Lol. Lanjut ya. Aku keinget lagi soal kemarin. Engga sengaja lagi open berbagai channel di televisi. Muncul lah sebuah kuis. Lupa nama kuisnya, namun pastinya mikir sih. Ada percapakan antara peserta dan pembawa acara dimana pernyataan peserta adalah demikian, kurang lebihnya ya “engga mungkin mimpi aja, harus bangun”. Simpulan yang aku dapet adalah “perlu eksekusi untuk mencapai mimpi”. Kyaaa, tantangan baru. Wkwkwk. Ditambah dengan ucapan Merry Riana, pas kemarin aku ganti channel lagi, kurang lebihnya ya “hidup itu harus kerja keras”. Wow, semakin memperkuat ya dengan apa yang harus dilakukan apalagi aku punya banyak maunya seperti yang sudah aku paparkan. Aku tetap berjalan dan mencoba yang aku bisa dengan melihat peluang yang ada. Dan sambil menikmati arahan Tuhan aja akan bawa aku ke mana. Pada dasarnya, kita harus percaya sama Tuhan yang punya rencana indah buat kita sih terus tetap berjalan sesuai dengan passion dan kerinduan kita.

Jadi, kira-kira judul apa yang bisa aku buat untuk tulisan ini dan apa tujuannya? Judulnya: “Peter Banyak Maunya”. Hahahaha engga. Peter melakukan self-disclosure? Engga juga. Aku pengen berbagi insight aja sama kalian pembaca tulisan ini. Aku merasa dapet insight baik tentang diriku dan berbagai hal di luar diriku dan di sini aku jadi belajar dari setiap makna yang aku peroleh. Semoga kalean yang baca pun bisa dapat sesuatu pembelajaran yang baik ya. Ambil lah manfaat secara positif selama kamu bisa mendapatkannya. Bagikan kepada orang di sekitarmu. Ketika kamu punya maksud baik, tak perlu kuatir. Daannn… relate pada tulisanku sebelumnya yang berjudul “Menjadi Diri Sendiri”. This is the way aku bisa menjadi diriku sendiri. Mungkin judul artikel yang pas untuk tulisan ini adalah: “Catatan 19 Desember 2016”. Yeay! :D

Saatnya kembali mengerjakan tugas negara. Dan melanjutkan pencapaian cita-cita. Halah. Terima kasih sudah membaca. Semoga kalian dapet pembelajaran dan manfaatnya ya. God bless you!!! 

Jumat, 16 Desember 2016

Belajar = Berkarya


Segelas dan tegukan kopi malam hari ini menemaniku dan adalah aktivitasku agar tetap terjaga untuk membuat karya.

Sebuah karya yang konon bermanfaat bagi orang lain dan tentunya ada manfaat bagi diri sendiri.

Karya adalah sebuah pembelajaran.

Karena dari sebuah karya, kita bernalar, kita berasa.

Proses ini lantas mengasah sebuah pisau sehingga menjadi lebih tajam.

Pisau yang semakin tajam tentunya membuatnya semakin mahir dalam memotong.

Pengasahan adalah proses belajar yang dimaksud.

Kadang membuat karya itu lelah.

Namun, kelelahan adalah proses belajar lagi.

Mengapa?

Karena…

Kelelahan yang kita rasakan akan mendorong kita antara untuk memperluas batas toleransi atau meningkatkan level.

Sehingga kita belajar, yakni berubah.

Berubah menjadi Spiderman.

Hahahaha.

Namun, semua adalah pilihan.

Mau belajar atau tidak.

Sutra lah.

Aku memilih belajar. 

Eaa. 

Sekian.


Rabu, 14 Desember 2016

Menjadi Diri Sendiri

Di tengah pengerjaan profesi sebagai asesor, saya termenung lalu berpikir dan berefleksi. Saat ini, saya baru saja mengalami sebuah kegagalan. Bagi saya, kegagalan bukan lah suatu keberhasilan yang tertunda seperti yang dikatakan oleh orang yang positif dan begitu optimis. That’s good! But for me, kegagalan simply adalah sebuah pengalaman dalam proses hidup menuju kesuksesan. Eits sama aja ya. Hahaha. Engga deng. Selain pengalaman dalam proses hidup, kegagalan merupakan momen dimana kita bergerak untuk menyadari bahwa ada sesuatu yang belum cocok atau momen dimana kita bisa semakin mengenali dan memahami diri kita seperti apa. Ketidakcocokan dalam konteks ini secara khusus adalah dalam konteks mencari pekerjaan atau kuliah. Proses seleksi yang dilakukan adalah proses yang wajar bagi user untuk menemukan kandidat yang pas bagi dia. Secara khusus, di sini bukan lah saja soal kompetensi atau skill, melainkan lebih ke hal personal, misalnya kepribadian dan terlebih lagi values. Memang sih, values ini merupakan dasar yang menentukan perilaku kita dalam menanggapi semua stimulus atau kejadian yang menghampiri kita di depan mata. Pembentukan values ini butuh waktu yang lama dan sulit diubah seiring bertambahnya pengalaman dan kematangan diri. Jadi, memang susah ditoleransi kalau memang sudah jauh gap-nya.

Sebenernya apa sih tujuan gue nulis ini? Engga tahu sekarang. Biar aja nanti kesimpulannya muncul di akhir setelah semua ngalir aja nih dari otak ke laptop sampe gue bisa identifikasi sebenernya apa tujuannya. Haha. Begini lah anaknya gue, lebih suka yang spontan atau fleksibel. Namun, bukan berarti gue engga suka berencana atau memiliki tujuannya ya. Gue bisa bertahan hidup aja karena gue punya tujuan. Eaa. Kenapa nulis begitu? Karena ada aja orang yang mudah membuat kesimpulan tanpa menjadi objektif, misalnya mengamati setiap perilaku, mengaitkannya dengan situasi dan konteks, dan lain sebagainya. Apalagi entah sekarang sepertinya makin banyak orang yang tampak tidak kritis dan objektif. Di situ aku kadang merasa sedih dan gemas. Tapi kalau aku memang menggemaskan. Hahaha.

Menjadi diri sendiri sebenernya adalah anugerah loh. Kenapa? Coba pikirkan sendiri. Haha. Gini, gue percaya bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling baik. Kita dibandingkan hewan, tentu jelas kan kita paling kece, punya otak untuk mikir, coy! Setuju ga? Besides, Tuhan ciptain kita dengan purpose loh dan memberikan kesempatan untuk kita bisa lahir, tumbuh, dan kembang sehingga kita punya kekuatan dan hal personal utamanya yang menjadi ciri khas masing-masing. Makin ke sini, gue makin menyadari bahwa gue orang yang menjunjung kebebasan dan keunikan, tentunya yang positif ya shay, yang engga melanggar moral dan harmful bagi orang lain di sekitar kita. Well, tetep akan ada kontrol sosial sih. Gimana pandai dan hikmat kita aja mengelola diri sendiri dan beradaptasi. Iya engga? Iya dong. Jadi, gue menghargai orang lain mau gimana gayanya selama dia paham siapa dirinya, tujuannya, dan tidak mengganggu orang lain secara sengaja.

Entah. Budaya timur, yang sifatnya kolektivis sehingga menyebabkan banyak orang lain melakukan konformitas. Tunggu dulu. Gue mikir. Kolektivis merupakan paham (mungkin) yang membuat orang lain selalu mengutamakan tujuan bersama. Iya bukan? Artinya, penting sekali orang lain mengikuti maunya kelompok. Jadi, ada kecenderungan bahwa ia akan melakukan konformitas atau menyesuaikan diri dengan lingkungan umumnya, contohnya ya gimana dari penampilan sehari-hari atau even nilai atau perilaku yang diusahakan sama dengan kelompoknya. Umm maaf-maaf nih kalo logika berpikir gue sederhana atau tidak mempertimbangkan aspek lain. Atau mungkin dasar teori gue ga sesuai dengan teori yang sebenernya. Hahahaha. Santai aja lah ya. Terus pertimbangan lainnya, media menurut gue punya andil sendiri nih yang bikin orang lain jadi semakin melihat mana yang baik tampaknya untuk diikuti. Ulala. Jadi lah orang-orang makin banyak yang engga menjadi dirinya sendiri. Entah lah. Haha duh maaf ya kalo rada asumtif atau tidak menggunakan bahan hasil riset. Tapi ini cukup menarik untuk di-explore dan diteliti. Well, tapi mager. Haha. Harap sampaikan secara lisan untuk saat ini kalau ada yang mau memberikan masukan. Hehe.

Ya jadi bisa makin menyadari ya bahwa terjadi fenomena keseragaman di sekitar kita. Bukannya engga bagus karena pasti ada sisi positifnya juga. Namun, kalau menjadi hilang esensi diri sendirinya, itu disayangkan sekali. Apalagi kalau misalnya tidak memberdayakan diri sendiri sesuai dengan potensi dan hal personal lainnya yang kita miliki. Bayangkan aja kalau berusaha menjadi orang lain atau apa dan gimana pun yang bukan core kita, capek iya pastinya, belum tentu efektif juga sih. Misalnya, kalau kita kaitkan lagi dengan cari kerja atau kuliah nih, kalau ga sesuai dengan minat, bakat, dan kompetensi serta khususnya adalah hal personal, ya susah juga. Jadi, macem perlu berbangga lah dengan menjadi diri sendiri, mengeksplor diri, dan terus menjadi manusia yang bertumbuh dan berkembang bahkan menjadi dampak positif bagi lingkungan sekitar. Sekian aja dulu ya. Kebelet pipis nih aku. Hahahaha. :*